Pelaksanaan AEOI di Indonesia
Salah satu yang menjadi isu utama dalam melakukan pengawasan atas kewajiban perpajakan wajib pajak adalah terkait dengan ketersediaan data maupun informasi, terkhusus untuk perusahaan-perusahaan multinasional. Menanggapi hal tersebut, Indonesia bersama negara G-20 telah menandatangani Multilateral Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters pada tahun 2011.
Penandatanganan konvensi tersebut merupakan dasar utama pertukaran informasi antar negara-negara G-20. Bentuk kerjasama yang dilakukan berupa bantuan administrasi perpajakan seperti pertukaran informasi, bantuan penagihan pajak, dan layanan dokumen, yang menjadi solusi atas masalah keterbatasan data serta informasi untuk pengawasan kewajiban perpajakan. Lebih lanjut, pada tahun 2014 negara-negara G-20 kemudian mendeklarasikan Common Reporting Standard (CRS) sebagai standar internasional yang digunakan dalam pelaksanaan Automatic exchange of information (AEOI).
Terkait dengan kesepakatan internasional tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Lebih lanjut, kemudian diterbitkan aturan turunan terkait Undang-Undang tersebut melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan s.t.d.t.d PMK Nomor 19/PMK.03/2018 (PMK 19/2018).Â
Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, DJP berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari Lembaga jasa keuangan maupun Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Akses informasi ini dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Penyampaian Informasi Keuangan Otomatis untuk Melaksanakan Perjanjian Internasional
Dalam melakukan perjanjian internasional terkait pertukaran informasi, terdapat beberapa lembaga maupun entitas yang diwajibkan melakukan pelaporan informasi keuangan. Mengacu Pasal 4 PMK 19/2018, lembaga maupun badan usaha yang dimaksud merupakan lembaga jasa keuangan (LJK). LJP Pelapor merupakan lembaga ataupun entitas yang menjalankan usaha sebagai lembaga kustodian, lembaga simpanan, perusahaan asuransi, dan entitas investasi. Berikut merupakan lembaga dan/atau entitas yang termasuk sebagai pelapor, yaitu:
- LJK seperti perbankan/pasar modal/perasuransian
- LJK Lainnya yang diawasi OJK selain LJK
- entitas lain seperti koperasi simpan pinjam, pialang berjangka
Terdapat beberapa lembaga.entitas yang tidak termasuk sebagai lembaga yang mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan. Lembaga dan/atau entitas tersebut antara lain:
- Entitas pemerintah, organisasi internasional, atau bank sentral
- Dana pensiun tertentu
- Kontrak investasi kolektif yang dikecualikan
- Trust tertentu
- Entitas lain yang berisiko rendah untuk digunakan dalam penghindaran pajak
Informasi yang Wajib Dilaporkan
LJK dan entitas lain yang termasuk pelapor wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan. Rekening keuangan yang dimaksud adalah rekening keuangan yang telah diidentifikasi sesuai prosedur identifikasi rekening keuangan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan dan dipegang oleh satu atau lebih orang pribadi dan/atau entitas yang wajib dilaporkan atau entitas nonkeuangan pasif, dalam hal satu atau lebih pengendali entitas dimaksud merupakan orang pribadi yang wajib dilaporkan. Berikut adalah kriteria rekening keuangan yang wajib dilaporkan:
- bagi rekening keuangan yang dimiliki oleh entitas dan telah dibuka sebelum 1 Juli 2017, yang wajib dilaporkan adalah yang agregat saldonya lebih dari USD250.000.
- bagi rekening keuangan entitas yang dibuka sejak 1 Juli 2017: tanpa batasan saldo minimal
- bagi rekening keuangan orang pribadi: tanpa batasan saldo minimal.
Laporan berupa informasi keuangan paling sedikit memuat:
- Identitas pemegang rekening keuangan (nama, alamat, negara domisili untuk kepentingan pajak, TIN, tempat dan tanggal lahir bagi orang pribadi, dan identitas pengendalian entitas)
- Nomor rekening keuangan (atau bentuk lain yang setara dalam hal nomor rekening tidak tersedia)
- Identitas lembaga keuangan pelapor nama dan NPWP
- Saldo/nilai rekening keuangan pada akhir tahun kalender (termasuk cash value/surrender value bagi kontrak anuitas atau kontrak asuransi nilai tunai)
- Penghasilan terkait rekening keuangan (contoh: bunga, dividen, jumlah lain yang dibayarkan atau dikreditkan ke rekening keuangan selama tahun kalender atau periode pelaporan lainnya)
Dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam satu tahun kalender, lembaga keuangan pelapor tetap wajib menyampaikan laporan nihil.
Batas Waktu Pelaporan
Batas waktu pelaporan berbeda-beda antara lembaga pelapor. Untuk LJK harus menyampaikan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun dan Otoritas Jasa Keuangan akan menyampaikan laporan tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Agustus setiap tahun. Untuk yang termasuk dalam kategori LJK Lainnya dan Entitas lainnya, pelaporan dilakukan paling lambat tanggal 30 April setiap tahun kepada Direktorat Jenderal Pajak.